Sedang jari-jemariku menari dengan rancaknya menekan bebutang keyboard di atas meja belajarku, tersentak jiwa bagai dihiris sembilu tatkala orang yang aku pujai kini di miliki insan yang lain. Entah bagaimana epilog cintaku bersemi tatkala hati yang rentung dan pilu di ketuk oleh seorang insan yang sudah aku tinggalkan. Bukan aku lelaki dayus yang hanya mementingkan paras dan harta si pujangga hati, tetapi pergolakan jiwa yang tidak berkesudahan merintih jiwa sanubari.
Tapi apakan daya, aku hanya insan biasa yang hanya memikirkan kebahagiaan diriku, amat jauh untuk melihat kebahagiaan orang lain, lagi-lagi kebahagiaan kekasihmu. Kejamnnya aku pada kekasihmu, sanggup ku menjadi orang ketiga untuk menghancurkan mahligaimu. Tapi Ku sangka panas hingga ke petang, rupanya hujan di tengah hari. Ayat yang kau lafazkan itu semakin lama semakin pudar dek kemanisan cintamu padanya.
Aku semakin pilu, jauh penuh pengharapan. aku berjalan, aku merangkak untuk mendapatkan cahaya cintamu itu kembali, tapi semakin langkahku kehadapan semakin malap cahaya cinta itu, dan semakin lama ku berharap, semakin pudar harapan itu. Kini aku pasrah, andai takdir itu tidak memihak kepadaku, kau kekalkan lah cinta abadimu itu kepadanya, kerana aku tahu dan aku yakin, melihat kebahagiaanmu merupakan satu pengorbananku untukmu.
No comments:
Post a Comment